Kamis, 15 Desember 2011

Ujian yang Tak Biasa

Kenapa disebut ujian yang tak biasa? Well, meskipun aku en temen-temen sejawat bakal menghadapi ujian seabrek setelah ini, tapi ini ujian pertama (yang versi serentak) di penghujung SMA. Ini baru awal, belum lagi ujian semester 2, ujian praktek, ujian nasional, ujian akhir sekolah, dan satu ujian terakhir yang paling bombastis:

SNMPTN
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

agaknya lebay ya buat tulisan segitu gede. Yaah tak apalah, soalnya paling bombastis. Sistemnya juga agak bombastis. 

Jadi, ujian2 di atas adalah ujian yang tak biasa, dan kami baru melangkah di garis start. Ujian semester 1 kelas 3 SMA. Dan apa yang telah terjadi? Meskipun masih berlangsung (dan saat tulisan ini diketik saya sedang ditemani oleh LKS Biologi yang terbaring manis di samping lappie), tapi sudah cukup banyak kejadian. Kali ini aku bakal cerita soal ujian yang terjadi di ruanganku aja.

Oke, hari pertama. Aku masih ingat, ketika ruangan kami dimasuki oleh seorang guru yang agaknya membuat para siswa bergidik ngeri, tiba2 ada teriakan di kelas lain. Aku juga gak tau sebenarnya itu apa, abaikan aja. Ruangan panas, kipas angin mati karena hanya di ruangan kami listriknya mati. Horor? Gak tau ding, tapi yang jelas kami kepanasan disana. Matematika di jam pertama. Asli, itu adalah ujian semester yang paling nyentrik. Aku rasa tidak ada yang benar2 selesai. Boro-boro aku. Ya udah, abaikan saja. PKn. Ini agaknya lancar tapi suasana agak panas karena selain sang pengawas sibuk mengajak kami bercerita sehingga konsentrasi agaknya terpecah belah, sekali lagi, kipas angin dalam keadaan mati. Padahal itu di siang bolong. Betapa...

Hari kedua. Siang bolong lagi. Jujur, aku lupa kipas angin nyala apa enggak. Abaikan. Oke, ujian Bahasa Indonesia di jam pertama. Alhamdulillah lancar selancar busway. Komputer di jam kedua juga gitu. Paling gangguannya manusia di depan dan di belakang banyak melakukan sambungan langsung jarak dekat denganku. Sang pengawas (tentunya lain orangnya dengan yang kemarin), sibuk dengan catatannya.

Hari ketiga. Di pagi hari. Ini aku ingat, kipas angin menyala. Rasanya angin semilir dingiiiin menerpa tubuh. Tapi dingin itu tiba-tiba sirna tanpa izin karena pengawas kali ini lebih killer dibanding hari pertama. Seluruh alat komunikasi en alat hitung diminta untuk menempati tempat di depan alias di tas kami masing-masing (kalo ada sempoa mungkin itu juga bakal diperlakukan gitu). Padahal jam pertama adalah Fisika. Alhamdulillah aku bisa menganiaya seluruh soal, karena keburu dendam kesuamat dengan pelajaran matematika di hari pertama (gaktau juga itu banyak benar apa banyak salah). Selanjutnya, Agama Islam (karena saya muslimah). Agaknya sang pengawas ingin melawak tapi sesungguhnya tak menyentuh hati sama sekali, saking khusyuknya berdua dengan soal Agama Islam.

Hari keempat, siang bolong. Tepatnya hari ini. Agaknya cukup resah bin gelisah dengan menghadapi Bahasa Jerman dan Sejarah. Alhamdulillah bisa dilalui, dan di tengah ujian ada sirkus lempar tip-x di belakang ruangan. Penting? Tidak. Abaikan.

Intinya, ujian itu akan selalu ada di kehidupan kita. Gak mesti ujian yang diadain oleh satu instansi pendidikan, atau ujian masuk, tapi ujian kehidupan. Senang itu ujian, sedih itu ujian. Bagaimana kita bisa melaluinya dengan baik itu ada triknya. Seperti ujian sekolah, ada triknya.

Oke? Jadi, apakah kipas angin di ruangan ujianku akan tetap menyala? Gak tau. Abaikan.

0 comments:

Posting Komentar