Sabtu, 31 Desember 2011

Maap yee, kemaren aku gak produktif kali nulis disini. Biasa, tiba-tiba akunya cakit~ *sok imut*. Yaah lumayanlah, gakbisa bangun juga kemaren. Tapi alhamdulillah udah agak baikan *elus dagu*. Makanya udah bisa buat postingan sekarang~

Oke, ini tanggal 31 desember ya? Oh *pasang muka datar*. Sebenarnya kalo aku nyambut tahun baru Masehi ini biasa aja, karena kemaren udah tahun baru Hijriyah, tahun barunya ummat Islam. Tapi yaa karena tinggal di negara yang pake tahun Masehi, it means aku juga "ikut" melihat pergantian waktu ini. Sebenarnya, semakin lama aku hidup disini aku semakin sadar kalo waktu itu emang sama sekali enggak bisa diputar ulang, terus maju di setiap detiknya. Dan kita, sebagai makhluk yang "terbawa" dalam waktu ngerasa selo-selo aja kalo waktu itu terus berjalan. Padahal kalo dipikir lagi, apa sih yang udah dilakuin buat Dia, diri sendiri, keluarga, orang-orang terdekat, juga bangsa en negara? Kalo kita tetep selo-selo gini aja ngeliat waktu terus berjalan, ya kita bakalan tertinggal terus.

Mungkin ini terlihat muluk, tapi liat aja. Orang Indonesia, bangun, shalat shubuh, terus ngeloyoooor aja depan tipi sampe udah waktunya mandi. Pakaian, sarapan, berangkat. Kalo pelajar ni ya, belajar sampe sekolah tapi belajarnya itu enggak fokus. Cuma ngelewatin jam pelajaran gitu aja, udah, pulang. Sampe rumah main hape saaampe sore. Atau ngeloyor depan tipi, atau juga buka komputer tapi cuma ngeliat temen-temen facebook. Kadang kalo ada status yang isinya sedih dicomment: sAbaR eAAgH~ Atau kalo dia statusnya soal baru jadian, dicomment: ceLaMat EaagH~ Begitulah seterusnya sampe tidur. Nah, bule? Gimana? Produktivitas waktunya jauh lebih maju ketimbang kita yang suka ngeloyor sana sini. Pagi, sarapan *kalo mereka muslim ya shubuh dulu*, kadang enggak mandi, terus ngantor atau sekolah. Karena mereka bener-bener fokus dalam bekerja ataupun belajar, mereka jauh lebih maju dibanding kita. Baru dah, pulang, istirahat ataupun ngerjain PR atau main.

Nah, kalo sampe tahun 2012 bangsa Indonesia tetep gitu-gitu aja enggak ada perubahan, kita ya tetep jadi bangsa yang tertinggal. Kalo kita mau ngecapai sesuatu, atau kalo bahasa selebritinya mah resolusi, kita juga kudu usaha jauh lebih keras dibanding tahun sebelumnya. Kayak eike nih, insyaAllah mau jadi mahasiswa, aku harus belajar jauh lebih fokus en keras dibanding tahun sebelumnya. Kalo kita mau dapet prestasi yang bagus, kita kudu berjuang jauh lebih keras. Lebih memanfaatkan waktu, soalnya waktu sekarang jalannya lebih cepat. Bukan berarti istirahat itu enggak boleh ada, tapi yaa harus dioptimalkan dengan kerjaan kita satu harian. Kebanyakan istirahat juga enggak bagus buat tubuh kita, isn't it?

Oke, jadi apapun resolusi kita tahun depan *serius, aku capek kali dengar kata-kata resolusi yang terus disebutin di tipi*, kita harus berusaha jauh lebih keras lagi dan berdoa jauh lebih banyak lagi. Toh kalo usaha enggak ada doa sama aja nol. Kita boleh bilang: semoga tahun depan bisa lebih baik lagi, nah bukan berarti waktu itu sendiri yang memperbaiki semuanya kan? Kita juga yang kudu usaha buat jadi lebih baik. Jangan mau dikendalikan waktu tapi kendalikanlah waktu itu sendiri *eaaa tumben bijak xDD*

Jumat, 30 Desember 2011

Mau nulis apa ya jam segini? Yaah, as usual, pagi-pagi gini aku nulis disini sekaligus mantau siapa aja yang baca. Kalo fans aku yaaa pasti tau kok, gak mesti dijelasin *dibacain yasin*. Yaaaa i'm so happy bcoz many more blog viewer who wanna view my blog *karena udh dipublish di fb juga ini =.=*. Nah, pagi ini, i'd like to share about my town heritage, Masjid Raya Al Mashun Medan.


Kalo dia itu seorang yang tinggal di Medan, ataupun dia itu suka sama sejarah Melayu, or maybe if he is not Indonesian, he is a backpacker who likes visiting Medan very much, pasti tau soal mesjid ini. Peninggalan Kesultanan Melayu yang super duper megah, en kalo enggak salah mesjid ini udah well-known banget around the world. Karena letaknya strategis, gak terlalu jauh dari pusat kota. Masjid mulai dibangun tanggal 1 Rajab 1324H atau 21 Agustus 1906 dan selesai 10 Sept 1909 oleh Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Rancangannya juga luar biasa megah, pokoknya kalo kita liat pola bangunannya terus juga gaya arsitekturnya, masih dibilang enggak ketinggalan zaman, karena gayanya diambil dari budaya Timur Tengah, India en Spanyol. Bahan dekorasinya juga dari Italia en Jerman bahkan dulu jadi bagian dari istana Kesultanan Deli *jaraknya sama Istana Maimoon kan enggak jauh-jauh amat*. Mesjid ini dibangun dengan bentuk segi-8, memiliki 4 sayap disetiap bagian selatan timur utara dan barat yang berbentuk seperti bangunan utama tapi ukurannya lebih kecil. Luas keseluruhan bangunannya  5.000 meter.

Konsep bangunan utama beserta bangunan sayap katanya merupakan konsep bangunan masjid kuno di timur tengah. Disana masjid dibangun dengan ruang tengah sebagai ruang utama (disebut sahn) dan empat sayap berupa gang beratap untuk berteduh (disebut mugatha/suntuh). Hiasan di masjid ternyata bukan berupa kaligrafi melainkan ukiran bunga dan tumbuhan. Dan berbeda dengan masjid lainnya, kubah masjid ini tidak berbentuk bulat namun persegi 8 dan agak gepeng. Kubah berjumlah 5 buah, yang paling besar berada diatas bangunan utama dan 4 lainnya diatas masing2 sayap. Disetiap ujung kubah terdapat ornamen bulan sabit sebagai penghias.






Tapi, liat aja foto di atas, terutama foto terakhir. Keliatan banget kalo mesjid ini udah gak diperhatikan lagi kelestariannya. Kalo misalnya masuk ke dalam tempat wudhunya *tempat wudhu akhwat ya, eike kan perempuan*, banyak banget benda-benda enggak penting tertonggok disitu. Ada yang buang ludah sembarangan, yah gitulah. Halamannya masih bagus, tapi liat aja daerah depan mesjidnya. Kacanya udah banyak yang pecah, catnya udah gak murni lagi gara-gara banyak kotoran entah apa di dinding, yaa seperti itulah. Padahal kalo dipikir, ini kan tempat wisata. Pasti ada aja bule ataupun wisatawan domestik yang berkunjung, foto bareng bahkan dijadiin tempat foto pre wedding.

Yang peduli sama mesjid ini? Kalo di tempat akhwat, cuma satu. Itupun nenek-nenek umur 85 tahun. Bayangin aja, umur 85 masih kuat buat ngutipin mukena yang asal ditaruh aja sama penggunanya atau waktu shalat dijadiin apaa gitu makanya kotornya ampun. Memang, minjem mukena disana kudu bayar, tapi aku rasa itu wajar karena orang sekitar ataupun pemerintah enggak ada nyiapin dana buat kemaslahatan mesjid ini. Aku juga kurang tau soal kasnya, tapi jelasnya kurang kalo enggak ada bantuan pemerintah. Jelas, ini udah kewajiban pemerintah kota Medan buat nyiapin program atau dana khusus buat melestarikan tempat-tempat bersejarah kayak gini. Bayangin aja, berapa dana yang harus dikeluarin buat gantiin kacanya yang pecahnya banyak dan ornamennya langka gitu? Baru kaca, belum cat, pilar, menara, dan lain-lain. Kalo cuma makein kasnya, jelas aja gak cukup.

Dan siapa lagi yang harusnya peduli kalo enggak kita? As we know, kalo kita ngarepin pemerintah aja buat pelestarian mesjid ini, entah kapan ditangani. Kepercayaan masyarakat sama pemerintah soal beginian memang udah bernilai nol karena kebanyakan janji tapi enggak ada realisasi. Bukannya kalo kita melestarikan mesjid ini berarti kita udah menanam sekian kebaikan buat diri kita sendiri? :)


data dan gambar diambil dari wikimapia.org

Kamis, 29 Desember 2011

Sebenarnya akhir-akhir ini aku sibuk memantau sesuatu yan dipantau *???*, maksudnya memantau perkembangan blog sendiri. And here, this is the right time for me to give my greetings from my deepest heart for my fans *or the correct one, blog viewer* in Indonesia *ini mah ngapain disebut =.=*, Russia, Germany, U.S., Taiwan, Malaysia, Ukraine, Polland, South Korea and many countries in the world *eciyeeee fansnya banyak xDDD*. Thank you so much for visiting yaa. Hope all of you can understand all of my posts with Indonesian nyahahaha. Actually, i'm so lazy to type my post with eng-lish although this is my language *dilempar tomat*, but for all of you, today and for the first time, i'll type the post in english. Okay? Let you gimme a big applause! *kendala jadi artis*

Okay. Because i cant go anywhere, eum, i mean, i cant go to another city for enjoying my holiday in 2 weeks, i can only go around my lovely city, Me to the Dan alias Medan *payah ya bule keling sebiji ini*. Yaah, and my friends have arrived to another beautiful town huaaa~. I went to eumm~ yaa, public library. Yayaya, you may laugh loudly for this one *gigi dirapetin*. But this is not the sign that i dont have much money. Dont you say that, or maybe, because i dunno the right word to change "suuzhan", i just say: dont you suuzhan with me *ketawa aja lagi kelen!*. I just wanted to spend my time in a free place =.=

In this morning i walked out *dont you imagine that i really walked to the library* from my house to there, with my daddy's car and i stopped *i mean, my daddy picked me up only for a half way* on a traffic light and stopped the public car. Dont you imagine that this car is a taxi, a luxurious car. No no no, i just went with an old car, called angkot. After arriving in the right place *???*, i crossed the road and walked to the library *ya gak mesti gini juga kale yang diceritain*. I entered the room which on the door written: teenagers services. Yaa, dont you think i am an adult person, i'm still in 17! *udah tabah aja kenapa =.=*

And in there i just accomplished my physics assignment although this is the holiday *memang hidup ini kayaknya gak jauh2 dari tugas*. I accomplished that all in, eummm~ maybe more than an hour. With many children who accompany me faithfully beside me *sebenarnya tujuan mereka baca buku bukan ngawanin, kenal aja kagak*, i can finished my work in eumm~ 80%. Yaa that's better than i dont do anything for it *ini maksudnya terpaksa atau apa~*.

Okay, and i went to the Raya Masjid *Sorry i dont wanna use "mosque" as the right word to change "mesjid"*. If you're a backpacker i think you'll know this place rite? *promosi sekalian* And i entered the masjid and a grandma came to me and said, "where are your friends? are you alone?", "ya, granny, i'm single" *yayaya, that's ambiguous, i mean i am alone, not for emphasizing my status nyahaha*. Before doing the shalat, we talked together about so many things. And in the last, she said, "dont you waste your time. You'll be an unuseful person. Do what you can do." And after that i went to take the wudhu and do the shalat together.

And i walked out from there to a food court. I've been waiting for many many many times but the waiter or waitress didnt come to me. And in that time, my stomach felt soooo hungry and i felt soooo angry. I went out from there with my madness and went to the fast food restaurant. This is well known in Europe, i think you know this place. And there were many tourists who had lunch. I looked at them and i saw that the tourists ate soo many foods *and i think they have the biggest stomach ever*. I felt fully after having my standard lunch and they were still hungry?  =/=

And after having my lunch i went back to my home bcoz my mom texted me and said: go home fassster. Yayaya i went back to my home fassster, but i wanna go around the city :( yaaa no matter la.

Okay, this is my first post in english and hopefully all of you like this one ve.ry.much. And dont you think i am a real comedian =.= dan aku akan tetep terus dan terus memantau siapa aja yang bakal dateng kemari. Happy reading! :)

Rabu, 28 Desember 2011

Jiahahaha. Biasa, yang udah cukup umur ini agak susah. Aku kan sekarang udah berumur 17 tahun 1 bulan 3 hari, jadi yaa cocoklah untuk dibilang cukup umur. Sebenarnya gak enak juga, masa-masa kecil yang dulu harus berganti jadi dewasa. Tapi yang namanya siklus kehidupan memang harus dijalani begini. Entar lagi kuliah, tamat, kerja atau mungkin lanjut kuliah lagi, selesai, menikah, punya anak, blablabla sampe tiba pada masanya untuk menghadapi kematian. Atau sebelum itu, kita telah didatangi malaikat maut. Who knows?

Jadi, sebagai warga negara Indonesia yang baik, harusnya mematuhi peraturan negara. Jadi aku menaati panggilan untuk membuat eKTP, alias KTP elektronik. Canggih sih memang. Sampe tempat, aku, emak en babe dikasih kartu nomor urut yang ternyata kami bertiga berturut dipanggil. Kami pun menunggu. Aku ngeliat ke petugasnya, 2 ibu yang kata emakku dua-duanya judes. Memang keliatan kalo ngelayaninya itu terkesan gak pake hati, cuma demi memenuhi tugas. Terakhir dia teriak, "jangan bawa pulang undangannya ini ya pak, bu." Emak celoteh, "siapa yang mau bawa pulang? sampe rumah pun kertas undangannya dibakar."

Dan akhirnya tibalah waktunya kami bertiga dipanggil. Petugas yang di bawah ngomong, "ini eKTPnya lama lagi keluar. 6 bulan lagi kira-kira." Di atas kami dilayani sama petugas yang jauh lebih ramah. Babe sama emak dipanggil duluan setelah itu aku untuk perekaman data. Dan tibalah saatnya aku. Data diriku disebutin, dan terakhir ditanya, "mahasiswa?", "siswa mbak~" jawabku. Segini muda mukanya kok dibilang mahasiswa *dilempar combro*

Dan akupun difoto tanpa kacamata. Mulai dilakukan perekaman data, dari sidik jari sampe kira2 6 kali terus diminta x-ray iris mata sama tanda tangan. Aku nanya, "mbak, saya belum buat KTP sebelumnya, ini baru pertama kali. Jadi apa saya buat KTP biasa juga atau gimana?" Mbak yang kutanya nyodorin pertanyaannya ke bapak-bapak di sebelahku. "Penting enggak itu?" "Yaa enggak terlalu penting sih pak~" "Yaudah, gakusah dibuat, eKTP aja".

Belakangan aku baru tau kalo eKTP itu kayak kartu juga, cuma ada chip gitu di dalamnya. Disitu ada sidik jari sama x-ray iris mata kita sebelumnya. Yah, sudah mulai keliatan kalo Indonesia mulai lebih modern~

Selasa, 27 Desember 2011

Biasa orang-orang menyingkatnya jilgon. Jilbab yang lebar, (benar-benar) menutupi dada dan menjuntai hingga belakang. Ukurannya kurang lebih 1,35 x 1,35 meter, jauh lebih lebar dibanding jilbab pada umumnya. Dan karena kelebarannya *yang menurut banyak orang tidak efisien*, banyak muslimah tidak memakainya. Selain tidak efisien, jilgon ini digunakan sebagai jilbab syar'i, jadi tidak ada cerita modifikasi seperti cekik leher ataupun dikepang di belakang.

Di sekolah kami, bisa dihitung pakai jari dan diingat siapa aja yang menggunakan jilbab seukuran ini. Ketiga saudaraku dan aku. Ya, cuma kami berempat. Jadi satu sekolah pun cukup gampang mengingat siapa yang terlihat "memakai gorden" untuk menutupi kepalanya. Handong misalnya, pernah diomongin sama dua adik kelas. "Eh, kakak itu make apa sih? Seprai?" tanya salah satu temannya. "Salah, bukan seprai. Taplak meja", jawab temannya yang lain. Handong pun cerita pada kakaknya. "Bilang dek, bukan taplak meja. Tapi gorden :D" celetuk kakak itu sambil bercanda.

Aku pernah diejek sama adik-adik, kira-kira umurnya 5 tahun. Dia memang non muslim. Aku baru duduk di angkot, dan tiba-tiba dia sodorkan tangannya yang gayanya kayak berdoa, terus mengucapkan basmalah yang sangat enggak fasih. Setelah itu dia tertawa. Aku cuma bisa senyum. Adik itu nanya sama emaknya pake bahasa Karo, yang artinya kira-kira begini: Mak, muslimnya dia? Iya, dia muslim, jawab emaknya. Anak itu tertawa tapi langsung dihardik emaknya.

Itu baru segelintir. Masih jauh lebih banyak dan jauh lebih sadis lagi kejadian soal jilgon yang dialami kami sebagai pengguna jilgon. Ada yang dipecat cuma gara-gara jilbabnya enggak mau dimasukin ke dalam baju, bahkan di Jerman sampai dibunuh. Memang, mempertahankan sesuatu yang baik itu sulit, karena baik itu relatif di mata orang kebanyakan. Tapi sebenarnya, banyak sekali perempuan yang mengiyakan bahwa jilgon itulah jilbab yang benar, penutup kepala yang sesuai dengan ayat Qur'an surah Al Ahzab ayat 59. Yang artinya:

Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan ALLAH Maha Pengampun, Maha Penyayang.


"Sebenarnya kakak suka liat Iva pakai jilbab ini. Tapi kakak ngerasa masih susah kalo kakak pakai ini, susah mempertahankannya", celetuk seorang kakak sama aku. Aku cuma bisa tersenyum. Memang, sekali lagi, mempertahankan sesuatu yang baik itu sulit. Tapi kalo dibilang jilgon itu bisa jadi penghalang aktivitas, kayaknya enggak. Malah lebih adem plus lebih nyaman. Banyak orang yang nanya, gak kepanasan tiap hari pakai jilbab model begitu? Enggak, biasa aja malah. Kalo kita pandai milih bahan yang sesuai enggak ngerasa panas kok.

Banyak banget kakak-kakak alumni yang biasanya pakai jilgon kemana-mana. Jadi dokter, perawat, tentor, staf, guru bahkan fotografer freelance yang biasanya nge-take gambar yang bagus itu butuh gerak yang banyak, pakai jilgon dan pakaian taqwa yang syar'i. Bawa sepeda motor, biasa aja. Ada celana panjang di dalamnya, jadi enggak masalah. Olahraga? Biasa aja, jilbabnya juga enggak sobek abis olahraga xD

Tapi ya itu. Kalo kita enggak memulainya dari hati ya susah juga. Belum lagi banyak orang yang suka mencemooh, tapi sebenarnya dalam hati mereka setuju dengan pemakaian jilgon buat para muslimah, bahkan buat diri mereka sendiri kalo mereka muslimah. Tenang aja, cemoohan itu jangan dimasukin ke hati. Anggap aja kalo mereka itu perhatian sama kita. ALLAH Maha Tau kok apa yang hambaNya kerjakan. Kalo kita emang bener-bener konsisten plus dilengkapi dengan rasa cinta dan takut padaNya, jilgon itu akan tetep bertahan hingga akhir hayat, kapanpun dan dimanapun, insyaALLAH. Doakan sang penulis untuk tetep bisa mempertahankannya yaa ^-^

dari balik tabir, kudengarkan wanita itu bicara
mengisahkan pengalaman yang akan menjadi guru

“aku bertemu dua lelaki”, dia memulai cerita
dengan suara lembut, riang, sekaligus sendu
aku menerka demikian pula wajahnya
“kurasa dua-duanya mampu membuatku tak bisa menolak
jika mereka punya kehendak”
“oh ya?”, kudengarkan sambil dalam hati mengucap “Rabbi..”


“lelaki pertama berparas titisan yusuf,
hartanya warisan sulaiman, gagahnya serupa musa”
wanita itu berhenti, sejenak menghela nafasnya
aku menggigit bibir dan mendalamkan tundukku

“dan tahukah kau”, suaranya cekat kini,
“setelah bicara padanya, aku pulang terpesona
merasa telah berjumpa dengan lelaki paling rupawan
bercakap dengan insan paling bijaksana”


aku tak ingin tahu lebih banyak,
jadi kutanyakan padanya tentang lelaki kedua
dan sepertinya dia tersenyum
“seusai berbincang dengan lelaki kedua”, katanya
“aku pulang dengan bahagia, merasa penuh pesona
merasa menjadi wanita paling jelita
merasa diriku perempuan paling cendikia”


“jadi di antara mereka”, tanyaku sambil mengepalkan jemari
“siapa yang lebih tampan, siapa yang lebih mengagumkan?”
kurasa dia tersenyum lagi, menertawakanku barangkali

“laki- laki pertama lebih mencintai dirinya sendiri
dia bersukacita saat menebarkan pesona
dia bahagia ketika banyak hati memujanya”

“laki-laki kedua mempesona bukan karena dirinya
daya pikatnya ada pada perhatiannya, yang membuatku
merasa ada, merasa bermakna, merasa berharga”

“jadi”, aku menyimpulkan perlahan, “kau memilih yang kedua?”


dia tersenyum lagi, “aku telah mendapatkan yang ketiga”
“laki-laki suci; yang memuliakanku dengan menikahiku
dia menjaga kesuciannya dengan pernikahan
dia menjaga pernikahannya dengan kesucian
dia berupaya untuk mempunya pesona lelaki pertama, tanpa mengumbarnya
dia belajar memiliki pesona lelaki kedua untuk mengagungkan isterinya
meski jauh dari sempurna, dia mengingatkanku pada sabda Sang Nabi;
sebaik-baik lelaki adalah yang paling memuliakan perempuan”
aku tersenyum kini, “tunggu, apakah engkau ini isteriku?”

sepenuh cinta,
Salim A. Fillah


*copas from salimafillah.com dan dicopas lagi dari facebook penulis

Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang,
namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut
agar bukan Cinta yang mengendalikan Diri kita
Tetapi Diri kita yang mengendalikan Cinta

Mungkin cukup sulit menemukan teladan dalam hal tersebut
disekitar kita saat ini
Walaupun bukan tidak ada..
barangkali, kita saja yang tidak mengetahui saking rapatnya dikendalikan
Tapi,
kebanyakan justru yang tampak ke permukaan adalah yang justru seharusnya tidak kita contoh
Kekurangan teladan?
Mungkin..

Dan inilah fragmen dari Khalifah ke-4, Suami dari Putri kesayangan Rasulullah
tentang membingkai perasaan dan
Bertanggung jawab akan perasaan tersebut
“Bukan janj-janji”
(mentang-mentang deket Pemilu..)

Kisah pertama ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah

chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.
Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta.
Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta.
Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!
Maka gadis cilik itu bangkit.
Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam.
Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.
Mengagumkan!
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.

Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.
Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.
Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah.
Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr.
Kedudukan di sisi Nabi?
Abu Bakr lebih utama,
mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali,
namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi.
Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah
sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah.
Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..
Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud..
Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?
Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.
Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak.
Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.
Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.
Setelah Abu Bakr mundur,
datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa,
seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka,
seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab.
Ya, Al Faruq,
sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.
’Umar memang masuk Islam belakangan,
sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr.
Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?
Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman?
Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?
Dan lebih dari itu,
’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,
”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya.
’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.
Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam.
Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.
Menanti dan bersembunyi.
’Umar telah berangkat sebelumnya.
Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.
”Wahai Quraisy”, katanya.
”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.
Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”
’Umar adalah lelaki pemberani.
’Ali, sekali lagi sadar.
Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah.
Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.
’Umar jauh lebih layak.
Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak.
Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi?
Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah?
Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah?
Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.
Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka?
Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu?
Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi.
Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.
Ya, menikahi.
Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya.
Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap?
Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap?
Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.
Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.
Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”
Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung.
Apa maksudnya?
Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan.
Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.
Mungkin tidak sekarang.
Tapi ia siap ditolak.
Itu resiko.
Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan.
Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!
Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah.
Dengan menggadaikan baju besinya.
Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.
Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah.
Dengan keberanian untuk menikah.
Sekarang.
Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati.
Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel,
“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”

Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab.
Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Seperti ’Ali.
Ia mempersilakan.
Atau mengambil kesempatan.
Yang pertama adalah pengorbanan.
Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi,
dalam suatu riwayat dikisahkan
bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)
Fathimah berkata kepada ‘Ali,
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”
‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”
Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”
Kisah ini disampaikan disini,
bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an
Kisah ini disampaikan
agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah
bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi
dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu
Perasaan yang insyaAllah akan indah ketika waktunya tiba.

Copas dari: http://asmafadhillah.webnode.com/news/belajar-dari-ali-dan-fatimah/, dan dicopas lagi dari facebook penulis.

Senin, 26 Desember 2011

Sepertinya banyak yang doyan baca "Kutipan dari Twitter" ya. Apalagi ada tweet dari saya *dilempar bunga tulip*. Emang, aku juga pengguna Twitter yang bisa dibilang cukup aktif. Biasanya, aku pakai Twitter buat nyari informasi SNMPTN *karena emang lebih cepat dapet infonya dari sana*, baca-baca kutipan ayat, share something which is important or unimportant atau kadang kalo lagi kumat, tempat penggalauan. Okelah, daripada memperpanjang mukaddimah langsung aja ke kutipannya. Check this out!

dont you ever think that this is the final. You will see much more challenges outside. - @ukhtibiru


Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan (23:102) - @ayatquran


Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik (23:109) - @ayatquran


Cara memuji paling indah adalah dengan mendoakan. Cara mencela paling mulia adalah dengan memberi teladan.  - @salimafillah


Beautiful words I just heard.. "You are what you do, not what you say!" - @MaherZain


Setiap orang bisa diterima atau ditolak kata-katanya; kecuali penghuni kubur yang satu ini. -Imam Malik, di makam Sang Nabi- - @salimafillah


Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya (23:62) - @ayatquran


 Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya (23:71) - @ayatquran


 And your Lord says, "Call upon Me; I will respond to you" -Quran 40:60 - @IslamQuotes


masa lalu tetaplah jadi pelajaran. dan masa depan tetaplah menjadi sebuah misteri. - @ukhtibiru


1. Lelaki terindah di mata wanita bukanlah yang paling tampan; tapi yang bisa membuatnya merasa tercantik di dunia. - @salimafillah


dan Engkau tahu apa yang terbaik utkku. Maka bntulah aku mncapainya jika itu baik utkku. Jika itu buruk utkku, bntulah aku jauh darinya Rabb - @ukhtibiru


Untuk mewujudkan mimpi, butuh tekad yang kuat dalam berusaha. Apa kamu sudah punya tekad tersebut? - @masukitb


toh yang namanya pertemuan memang harus ada perpisahan. yang namanya hidup harus mengalami kematian. itu udh mutlak. - @ukhitibiru


Allah rahasiakan masa depan; tuk menguji kita agar berprasangka baik, berencana terbaik, berupaya terbaik, bersyukur & bersabar. - @salimafillah


“Aku berlindung kepada Allah dari setan dan dari segala hal yang tidak baik dalam mimpi.” (HR. Muslim) - @QuranHadits



Minggu, 25 Desember 2011

Sepertinya saya akan terus menulis di pagi buta, wahai fans di luar sana. Kalo kalian sabar menunggu sang juru tulis super keren ini *disiram cat minyak* mempublishkan tulisannya, tunggu aja pagi-pagi. Kan cocok sekalian sarapan baca tulisan dari eike. Paling abis sarapan langsung masuk kamar mandi.

Oke, bagaimana nilai raportnya nak? Eummm gimana ya eummm~ awalnya sih kukira nilainya itu kayak iklan di tipi, waktu dibuka langsung terbakar terus masuk pemadam kebakaran dari belakang. Alhamdulillah ternyata begitu, eh, tidak seperti itu. Paling emak komat-kamit abis liat nilainya.

Hari ini adalah hari liburan pertama. Ketika banyak orang mempersiapkan diri untuk berlibur ke Parapat, Aceh, Padang, Bogor, Bandung, Jogja bahkan Bali dan KL, saya tetap stay disini. Pada awalnya kami telah merencanakan liburan tapi pada akhirnya tidak jadi dilaksanakan. Karena ini adalah waktunya umat Kristiani beribadah, jadi yang muslim jaga kandang. Ayah ditugasin untuk tetep disini dan enggak ke luar kota. Meskipun agaknya kurang asik, tapi liburan di rumah tetep enak *mensugesti diri sendiri*.

Kemarin aku sibuk beli bahan buat melukis. Kami emang ditugasin sama guru Seni Rupa buat menyelesaikan lukisan dalam waktu 2 minggu. Aku penasaran, jadi aku mempersiapkannya cepat-cepat. Baru kali ini melukis di kanvas, dan aku bingung caranya gimana. Kata sodaraku yang biasa kupanggil Handong *namanya Hana tapi agaknya keren dipanggil Handong, Hana Kedondong*, pake cat minyaknya baru diminyakin, jadinya terkesan 2 kali dicat. Harga cat kecil 12 warna plus minyaknya aja udah lebih dari Rp 100 ribu. Kesal juga kenapa bisa semahal itu, tapi kata Handong gak ada alat lukis yang murah, standarnya segitu harganya.

Dan sampai rumah, aku langsung buru-buru pegang kuas, kanvas, cat, minyaknya, sama paletnya. Pegang aja, gak ngelakuin apa-apa. Hihihi, maksudnya mau ngelukis. Sebelumnya udah kubuatkan sketsa di atas kanvasnya, tapi selama pengerjaan lukisan, aku cat tidak sesuai dengan pola kemarin *karena polanya sendiri agak berantakan*. Aku lukis kaligrafi, dan ayatnya sendiri punya filosofi buat aku. Kalo aku liat lukisan ini, aku jadi berpikir kalo di setiap kesulitan itu pasti ada kemudahan. Seperti ngerjain lukisan ini.

Baru selesai hurufnya yang cuma 1 ayat pendek, udah memakan waktu 1 jam lebih. Aku bingung, lukisannya mau diapain lagi. Emak langsung memberi komando, "cat warna background aja, warnanya pink". Aku mikir sejenak, apa alasannya coba kaligrafinya diwarnain pink? Karena pelukisnya perempuan apa emak lagi jatuh cinta lagi sama babe? Entahlah, dan kutanya babe dia mengangguk dalam hati. Dan kujalankan apa yang diperintahkan.

Waktu terus berjalan hingga menuju pukul 8 malam. Sebelumnya, babe bertausiyah. "Rapikan lagi lukisannya ini, jangan buru-buru ngerjainnya. Backgroundnya gak rapi tuh". Aku cuma bisa bilang iya, dan laksanakan. Emang yang namanya melukis itu benar-benar melatih kesabaran. Rasanya kalo jelek lukisannya sayang banget, catnya mahal soalnya. Tapi kalo mau bagus yaa harus benar-benar sabar. Terakhir, aku kasih coretam merah di backgroundnya.

Dan setelah dirapikan pagi ini, inilah final result dari lukisan saya:

kata emak babe sih keren. Alhamdulillah kalo begitu. Jadi ketagihan mau pegang kanvas lagi. Ada yang bersedia jadi kanvasnya? *dilempar bantal*

Sabtu, 24 Desember 2011

Oke, pagi ini saya akan memberikan tausiyah *digebuk dari belakang*, maksudnya memberikan petuah *dilempar pensil dari belakang*, maksudnya memberikan apaaalah *ini penulisnya sungguh enggak penting*. Mungkin kalo emakku tau aku nulis beginian pagi ini, mungkin laptop ini bakal dijemur di belakang rumah *bukannya yang nulis ya yang harusnya dihukum?*.

Pagi ini aku baru dapat kabar kalau calon universitas tempatku belajar nanti bakal buka SNMPTN undangan lagi. Serius, aku langsung bingung. Gimana enggak, aku udah liat en baca soal banyaknya unfair di jalur ini, dan yang paling banyak itu di kampus ini. Para mahasiswa kampus ini pada komplain soal sistem penerimaannya, karena di zamannya mereka itu lewat ujian masuk, dan soalnya terkenal sulit plus tak pernah bocor dari tahun ke tahun. Jadinya angkatan berikutnya yang mau masuk harus deg deg ser *apaa lagi ini?* buat menghadapi soalnya. Banyak juga calon mahasiswa yang ambil undangan tapi gagal karena banyak unfair disini, seperti adanya tes tambahan tetapi berbeda di tiap kota *dan tes ini hanya untuk satu fakultas, seni rupa dan desain*.

Kampus ini juga terkenal dengan mahalnya biaya, tapi sebenarnya tidak. Kalo sanggupnya separuh dari itu, ya pilih aja yang separuh, ngapain maksa. Kampus ini juga terkenal dengan lulusannya yang banyak kerja di luar negeri, ambil beasiswa di luar negeri atau kerja di Indonesia dengan posisi yang menjanjikan, tetapi sebenarnya lulusan kampus ini tidak mengharapkan semua itu. Mereka hanya ingin berkarya demi Allah, bangsa dan negara. In harmonia progressio. Tau kampus apa ini kan? Gak usah lah ya disebut lagi.

Dan katanya, jalur undangan malah tetap sama porsinya dengan tahun lalu. Nah, gimana itu jadinya? Aku juga gak bisa berspekulasi karena aku sendiri baru jadi calon mahasiswa disana buat tahun depan. Apakah mereka yang policy maker enggak langsung turun ke lapangan liat fakta atau gimana aku juga enggak tau. Jelasnya, undangan itu punya sejuta kemungkinan. Belum tentu bisa lulus, meskipun keuntungannya kita gak perlu tes lagi. Banyak banget kejadian cuci raport atau apalah demi lulus ke undangan itu.

Sebenarnya aku berpikir begitu. Tapi, emakku berkata lain. Dia bilang aku harus ambil SNMPTN undangan. Kemarin aku bilang kalo tahun depan kampus itu punya kemungkinan gak bakalan buka undangan lagi karena kejadiannya kayak gini. Tapi dengan adanya pengumuman undangan dibuka en jatahnya tetep sama, mungkin emak bakal melakukan gencatan senjata *???* ke aku untuk tetap ambil undangan. Dan jujur, aku belum bisa memutuskan.

Sekarang, pendidikan Indonesia di mataku udah agak amburadul, apalagi penerimaan mahasiswa baru. Banyak terjad kecurangan di sana sini buat bisa kuliah di universitas bergengsi dan di jurusan bergengsi. Di kotaku aja, tepatnya di universitas paling bergengsi disini, banyak banget yang "pesan kursi" supaya bisa kuliah disana, ya di jurusan paling diminati. Dan buat tahun depan banyak juga teman-teman seangkatan yang bakal begitu. Entahlah, entah bagaimana Indonesia 10 tahun yang akan datang jika sistemnya tetap dipertahankan seperti ini.

Beda kalo kita mau kuliah di luar negeri. Kayak di Inggris aja, mereka gak ada sistem undang mengundang kayak pesta pernikahan gitu. Yang ada cuma 1 tes. Ya, 1 aja. Masuk, diucapkan selamat, gak masuk diucapkan mohon maaf anda gagal. Bahkan kemaren waktu aku tanya soal sistem penerimaan buat anak di luar Inggris dan ingin kuliah disana *karena kan raportnya anak Indonesia beda sama Inggris kalo dilihat dari sistematika penilaian*, mereka cuma bilang: we dont make any addition test for it. Jelas kan? Mereka cuma minta nilai TOEFL di atas 550 dan nilai IELTS di atas 6.5. Meskipun terlihat sulit diraih, tapi dengan begitu bisa terseleksi mana yang pantes lulus disana. En tamatannya insyaALLAH dijamin enggak abal-abal.

Jadi, gimana? Aku sarankan kita lebih banyak berdoa aja sekarang dan usaha makin diperketat. Indonesia adalah negara yang paling ketat seleksi penerimaan mahasiswanya se-Asia Pasifik. Jepang aja kalah. Persiapkan diri buat menghadapi sejuta kemungkinan dalam waktu 1-2 bulan ke depan.

Jumat, 23 Desember 2011

Yah, buku laporan. InsyaALLAH besok kami bakal dibagiin buku laporan nilai kami selama 1 semester. Dan kali ini, eksklusifnya, kami ngambil sendiri buku raport tanpa perlu membawa orang tua. Banyak yang bersyukur karena pastinya sang emak ataupun babe gak bakal menyampaikan keluh kesah soal nilai anaknya di depan umum. Berarti harga diri masih terjaga di depan umum #eaaa. Dan gak bakal ada teriakan sang emak atau babe karena nilai anaknya susah dibaca *saking suramnya nilai itu*. Tapi serius, aku malah bingung.

Kebiasaanku saat pembagian raport saat SMA ya bawa emak, dan 2 ekor *heh?* adikku yang raportnya udah diambil duluan. Kalo SD atau SMP biasanya raport adikkku yang pertama yang diambil duluan. Agak aneh rasanya kalo emak gak ikutan ambil raport. Kadang emakku ngobrol sama wali kelas, atau teman sekelas. Dan biasanya adikku yang nanya sama teman-teman siapa cowokku sekarang *emang adikku itu pertanyaannya dari tahun ke tahun gak diganti-ganti, karena jawabannya selalu enggak ada*.

Kadang emak ngasih tausiyah *eh?* tiap bagi raport. Gak ada istilah muji-muji sih, tapi ya cuma bilang pertahankan nilainya, kalo bisa ditingkatin. Setelah itu emak langsung cerita soal wali kelas atau guru yang jumpa sama emak. Pernah sekali, waktu SMP, guru kesenianku jumpa aku, emak sama 2 adikku waktu selesai bagi raport. "Iva, ibu kamu mana?" tanya ibu ini saking polosnya. "Saya bu, ibunya Iva", kata emakku memperkenalkan diri. "Eh, ini ibunya? Saya kira kakaknya", ceplos ibu ini sambil ketawa. Dan setelah itu, seminggu penuh emakku cerita itu-itu aja, ke aku, adik-adikku, ayah, sampe ke sodara. Bahkan sampe sekarang emakku masih ingat dengan cerita itu. Dan kalo cerita itu selalu ditutup dengan kalimat: "Berarti kalo gak muka ibu yang muda, mukamu yang tua". =.=

Yaudahdeh, tunggu besok gimana hasil raportku yang tercinta itu. Semoga gak sesuram langit sore ini. Kalo hati aku eummmmm~ *berniat gombal tapi enggak jadi*
Oke, ditengah hujan masih bisa nulis begini. Hihihi, gapapa dongya, mumpung tinggal nunggu hasil di raport nanti, aku tinggal nulis atau belajar buat persiapan 4-6 bulan lagi. Oke, hari ini saya telah menewaskan 129 soal *ejiyeee*, en bakal terus sampe modul soalnya kusam tak memutih *versi angkatan 70*. Penting? Enggak. Abaikan.

Oke, 2 hari lalu aku dapet kabar kalo ayahnya teman aku sekelas meninggal dunia. Serius, aku langsung kaget. Karena sehari sebelum kabar meninggal itu kami sekelas pada ceria semua buat sesi buku tahunan. Dan teman aku ini termasuk salah satu model *heh?* yang paling banyak fotonya. Gak ada sedikitpun raut sedih yang terpancar. Aku cuma bisa diam setelah dapet kabar itu.

Kemarin kami melayat kesana. Dia Kristen, jadi waktu melayat itu mayatnya udah di jambur. Dia asli turunan Karo. Kami datang pas ada acara kata sambutan dari tiap kolega keluarga. Aku gak tau sesi apa namanya, tapi pas tiba disana kami langsung digelari tikar dan ada komando bilang: Ya, untuk teman-teman parmaen kami silahkan maju ke depan dan menyampaikan sepatah kata. Aku baru nyadar kalo parmaen yang dimaksud itu temen aku dan berarti yang dipanggil itu kami. Yaudah, akhirnya kami semua berdiri dan salah satu teman mewakilkan kami. Aku emang gak pernah ngerti kalo yang namanya melayat di agama lain, apalagi pake prosesi adat begini. Bahasanya 95% bahasa Karo, jadi aku cuma ngerti waktu penyampaian bahasa Indonesia aja. Ketika aku nanya teman di sebelah artinya apa, dia cuma bilang: translatenya ada di bawah ini, bening warnanya. =_=

Dan emaknya teman aku yang kemalangan ini menyampaikan ucapan terima kasih, dan terakhir ditujukan kepada kami sebagai teman anaknya. Aku sampe sekarang belum ngerti apa maksud emaknya tapi intinya kami harus jaga dia baik-baik di sekolah, jangan musuhan sama dia *serasa SD ya*. Kami semua mengangguk dan akhirnya kami menyalami anggota keluarganya termasuk temanku ini. Dia sedih banget, karena sebelum ayahnya meninggal neneknya juga baru meninggal. Aku peluk dan bilang: tabah ya. Aku gak mau nangis di tengah acara itu, biar bisa nguatin teman aku ini.

Aku lihat mayatnya. Jelasnya, mayatnya itu pucat *ya namanya mayat neng*. Perutnya buncit, badannya tak terlalu kurus. Berkumis dan dia senyum. Aku gak mau berspekulasi kenapa mayat itu senyum begitu.

Setelah itu kami kembali ke lapak tikar kami. Temanku ini terus mengajak kami makan. Sebenarnya kalo soal makanan aku enggak ragu halalnya, karena rata-rata saudaranya muslim. Yaudah kami makan disitu. Aku bertiga sama 2 orang teman makan 2 piring. =.=

Makanannya itu enggak penting, enggak perlu diperjelas kali ya. Yang perlu diperjelas itu soal kematiannya. Kematian itu bisa dateng kapan aja, dimana aja. Gak pernah ada surat pemberitahuan kalo malaikat Izrail mau nyabut nyawa, kapan dan dimana nyabutnya. Pemberitahuannya gak sedetail itu, yang ada hanya tanda-tanda seperti rambut mulai memutih, kulit mulai menua, badan mulai banyak sakit dan sebagainya. Bisa aja di tengah pernikahan sang pengantin dicabut nyawanya. Nothing is impossible. Dan udah saatnya kita persiapkan diri kita menghadapNya.

Rabu, 21 Desember 2011

Judulnya ini emang agak asing di telinga kaum awam. Ini bahasa Jawa, eh, bahasa Arab, artinya: aku cinta... Yayaya, artikel kali ini emang asli bin murni ngomongin soal cinta, yang dari zaman aku belum ada di dunia sampe sekarang, cinta itu tetep terus ada, bahkan yang namanya cinta akan terus berjalan hingga ke syurga *kalo neraka mah mana ada namanya cinta, yang ada mah siksa*. Terlalu banyak orang yang mengagungkan cinta memang. Saking semangatnya mengagungkan cinta *dalam hal ini cinta antara lawan jenis yang menuju ke arah hubungan yang lebih serius*, mereka sampe lupa bahwa masih banyak yang harus diperhatikan dan diurus selain itu. Bahkan, masih banyak yang jauh lebih indah dibanding itu. Hah?

Gini ajadehya, cinta itu apaan sih? Nama tokoh utama dalam film Ada Apa dengan Cinta? Atau sejenis makanan ringan? Atau sejenis hewan purba? Ataauu~ udah deh, makin ngawur aja *penulisnya yang ngawur bukan pembacanya wooo*. Cinta itu, kata banyak temen yang udah pernah jatuh cinta dan pacaran, adalah perasaan yang tak mampu dilukiskan dengan kata-kata. Sebenarnya sih bisa, toh kita bisa namain perasaan itu dengan "cinta". Ada yang bilang, cinta itu kayak duri halus, masuknya duri ke kulit itu gak kerasa, tapi pas dicabut sakitnya luar biasa #eaaa. Ada juga yang bilang cinta itu kayak madu, manisnya kerasa sampe ke tenggorokan, kalo cinta manisnya kerasa sampe jiwa raga #aseeek. Jadi, cinta *pada lawan jenis* itu banyak artinya, tergantung yang mengalami juga.

Tapi, kenapa sih cinta itu ujung-ujungnya bikin banyak orang terluka? Tiap hari itu adaaa aja orang yang nangis gara-gara itu, apalagi perempuan. Ada yang kalo datang ke sekolah matanya bengkak sebesar lengkeng *???* gara-gara nangis baru berantem sama pacar. Ada yang selama di sekolah itu kerjanya ngelamun aja mikirin doi sampe ditanya guru berapa 13 ditambah 7 jawabnya 30 *waduh*. Ada yang pas istirahat gak mau keluar kelas karena muak jumpa si doi. Banyak banget keluhan jiwa itu gara-gara cinta. Apa emang setiap cinta itu begitu? Nah, terus kenapa ada hukum larangan pacaran dalam Islam? Kenapa sih pacaran itu dilarang? Kenapa mereka langsung nikah gak pake pacaran, cobak?

Sejujurnya aku juga enggak pernah pacaran makanya aku enggak tau persis pacaran itu gimana. Aku juga "menganut" hukum larangan pacaran. Alasannya? Aku kutip aja ya penggalan cerita dari cerita bersambung soal kenapa ada hukum larangan pacaran. Ini agaknya susah untuk dimengerti tapi kalo dibaca 3 kali terus panggil nama aku 3 kali mungkin langsung ngerti *dilempar pensil 2B*.

Aria: "Gw juga ga terlalu mengerti hukum pacaran itu, Di. Tapi, sebagai seorang mantan aktivis mushalla SMA, dan sebagai seorang mahasiswa Matematika di perguruan tinggi ternama, aku bisa menjelaskannya dengan fenomena Aljabar."

Aku: "Wuanjrit, gaya bener lu. ALE ama ALin aja C, itupun ngulang dua kali.."
Aria : “Justru karena ngulang dua kali, makanya gw bisa paham esensinya.. mau denger kaga ?..”

Aku: "Yaudah.. gimana, gimana?
Aria : “Kalau misalnya kita modelkan hati kita ini sebagai sebuah lapangan F, maka setiap bilangan yang terdapat di F, dapat kita katakan sebagi perasaan-perasaan yang ada di dalam hati kita. Bilangan di dalamnya kan macam-macam tuh, begitu juga hati kita,.. ada rasa senang, sedih, benci, cinta, sayang, marah, pokoknya semua rasa enak dan ga enak ada didalamnya.. Ok, ampe sini lu paham kaga ?..”
Aku : “Hoo.. iya, iya, terusin..”
Aria : “Nah, sekarang kita masuk ke lingkup yang lebih kecil.. Kita bisa modelkan segala macam rasa cinta di hati kita terhimpun dalam sebuah ruang vektor di F, sebutlah ruang vektor L, misalnya.. gimana ?”
Aku : “Udah, terusin,.. gaya amat lu, sok bikin penasaran..”
Aria : “Hehe.. Trus, dalam ruang vektor L, kan ada banyak subruang tuh,.. nah begitu juga rasa cinta tadi, ada subruang cinta untuk orangtua, subruang cinta untuk keluarga, subruang cinta untuk sahabat karib, subruang cinta untuk lingkungan sekitar, subruang cinta untuk teman, dan yang spesial, ada subruang cinta untuk calon pasangan hidup kita.. nah, subruang yang terakhir inilah tempat buat yang namanya pacar.. oke, untuk itu kita sebut subruang P,.. ampe sini gimana ? paham ?..”
Aku : “I see, I see,.. terusin..”
Aria : “Tapi, perhatikan, Di.. di F ada satu bilangan yang ia selalu muncul dan mutlak harus ada di setiap ruang vektor dan subruang, bahkan ia menjadi alat bukti untuk salah satu syarat bahwa P benar-benar merupakan subruang dari L, dan menjadi salah satu syarat L sebagai ruang vektor.. bilangan apa itu ?..”
Aku : “Mmm.. nol, donk..”
Aria : “Tumben lu cerdas, Di..”
Aku : “Sialan lu,.. emang kenapa ama bilangan nol ?”
Aria : “Tuh kan, bego lagi,.. pertanyaannya adalah, untuk siapa bilangan nol itu ?.. dan, mengapa di setiap subruang cinta kita ia selalu ada ?..”
Aku : “Mmm..”
Aria : “Jika nol selalu ada dimanapun,.. maka ia selayaknya ditujukan untuk Dzat yang selalu ada, alias kekal,.. siapa ? TUHAN, jawabannya..”
Aku : “Ya.. ya..”
Arias : “Ee, jangan ya-ya dulu,.. blon selesai,.. kesimpulannya apa ? Ketika kita mencintai siapapun, ntah orangtua, teman, atau pacar sekalipun,.. selayaknya kita menyertakan rasa cinta kepada Sang Pencipta di dalamnya,.. atau istilah Islaminya adalah ‘mencintai karena Allah’. Jadi, sebenarnya bentuk cinta kepada Sang Khalik bukanlah sebuah bentuk yang terpisahkan. Justru ia menjadi satu kesatuan dengan bentuk cinta kepada yang lain, dan terintegrasi kuat dalam esensi cinta itu sendiri. Gimana ? “
Aku : “Aaah, lu mulai pake istilah-istilah aneh lagih.. tapi gw bisa paham maksud lu, Ya.”.
Aria : “Nah, yang jadi masalah selanjutnya adalah, tidak segampang itu menerapkannya. Fenomena kebanyakan yang terjadi adalah justru pacar itu yang bergeser menjadi Tuhan kita,.. naudzubillah.. Misalnya ni, pas lu makan ingat Lina, pas lu kuliah ingat Lina, pas mo tidur lu ingat Lina lagi,.. paling parahnya, ampe pas ibadah pun jangan-jangan lu ingat Lina juga,.. lha, kan jadinya bergeser esensi cinta tadi..”
Aku : “Lho, lho,.. kok bawa-bawa Lina…”
Aria : “Hehe.. kan misalnya, Di.”
Aku : “Mmm.. ya, ya.. jadi menurut lu karena itu makanya sebagian ustadz ngelarang ?..”
Aria : “Mungkin.. itukan menurut gw..”
Aku : “Gile bener lu, Ya, fenomena Aljabar tadi, dahsyat..! Lu dah ngalahin Harun Yahya kalo gini.. ”
Aria : “Weizz.. Harun Aria, sekarang.. hehe..”

Naah, gimana? Agaknya ribet ya, tapi yaaa begitulah. Kita kudunya mencintai sesuatu karena Allah, bukan karena sesuatu. Misalnya, kita cinta emak kita karena emak kita ngasih duit lebih buat jajan. Naah, itu kan udah nyalah. Seharusnya kita cinta emak kita karena Allah udah menjadikan beliau sebagai "malaikat" kita. Termasuk soal cinta kepada yang lawan jenis. Dan biasanya, yang namanya pacaran itu pastinya ujung-ujungnya bukan ke Allah tapi ke makhluk itu langsung. Jadi, alangkah baiknya jika kita cukup mencintai jodoh kita kelak dan itu karena Allah menganugerahkan dia sebagai jodoh kita. Jadi kan antara dua insan itu bisa timbul cinta kepada Allah lebih dalam lagi. Nah, dateng jodohnya kalo gak dari pacaran dari mana? Dari got? Ya kagak. Pokoknya Allah bakal memudahkan jalan manusia yang mencintaiNya, tenang aja deh.

Jadi kalo misalnya udah pacaran nih, gimana dong? Itu sih tergantung makhluknya juga. Agama itu kan enggak memaksa. Toh amal baik en buruk kita yang nanggung itu masing-masing diri kita kan? Kalo memang mau menjalankan ya udah jalankan aja. Kalo mau keluar dari semuanya, aku kasih ni caranya. Perlahan lahan dengan cara yang baik kita jauhi dia. Kalo doi ngerasa, kita kasih pengertian dengan cara yang baik en putus baik-baik. Bukan berarti silaturrahim itu putus kan? Kalo emang jodoh Allah bakal ngasi jalan terindah buat mempertemukannya lagi kok #eaaa.

Susah ya? Tapi kalo kita emang mau berusaha lama-lama bisa kok. Tetaplah berusaha untuk menghadirkanNya di setiap sisi kehidupan kita en kita bakal dapet yang terbaik, insyaAllah. :)